Rabu, 15 Agustus 2012

Pola Makan Buruk yang Mengundang Penyakit



Artikel ini bisa dikatakan menjadi semacam resume dari artikel saya sebelumnya :
http://kesehatan.kompasiana.com/2010/04/15/aturlah-jadwal-dan-porsi-makan-anda-agar-tetap-langsing-dan-berenergi/#comments
http://kesehatan.kompasiana.com/2010/04/13/mengapa-makanan-kita-sebaiknya-mengandung-serat/
Bahwa pola makan yang buruk dapat mendatangkan berbagai penyakit, ternyata baru diyakini oleh para Dokter / Ilmuwan dibidang Kesehatan, setelah beratus tahun orang mengenal berbagai penyakit.
Pada awalnya, pendapat yang umum adalah seseorang terkena penyakit itu tentu disebabkan berbagai hal dari luar yang merusak tubuhnya. Hal yang masih dikenal sampai sekarang di berbagai suku bangsa / kelompok masyarakat di tanah air kita sendiri maupun dinegara lain yang belum tersentuh kebudayaan modern dan pelayanan kesehatan kedokteran modern, adalah penyakit itu disebabkan adanya “roh jahat” yang masuk dalam tubuh seseorang.
Penyembuhannya oleh orang tertentu yang punya ilmu mengusir roh jahat itu.
Dalam perkembangan lebih lanjut, dikalangan masyarakat yang lebih mengenal budaya yang lebih maju, dikenal adanya bakteri, kenudian virus, yang dari luar, masuk kedalam tubuh.
Tetapi penyakit yang diderita seseorang karena pola makan yang buruk, baik karena bahan makanan, cara pengolahan maupun cara makan yang buruk dapat mengundang penyakit ternyata baru mulai dikenal pada abad ke 19, dan menurut catatan, Ilmu Gizi baru berkembang mulai tahun 1950.
Kini justru berkembang banyak hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa pola makan yang buruk dan pola hidup tidak sehat lain yang menjadi pemicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti hypertensi, diabetes mellitus, hyper lipid dengan penyakit “turunannya” seperti Penyakit jantung koroner (Penyakit Jantung Koroner), stroke, gagal ginjal dan lain-lainnya.
Sebaliknya, dengan memperbaiki pola makan dengan membiasakan pola makan yang baik dan sehat, dapat mengendalikan berbagai penyakit itu sehingga tidak menjadi lebih parah dan menimbulkan penyulit lainnya.
Penyakit akibat bakteri atau virus dari luar, akan mudah dibasmi bilamana telah ditemukan obat yang dapat mematikan, misalnya antibiotik untuk kuman-kuman tertentu. Hal ini terbukti dari catatan statistik, bahwa penyakit akibat infeksi atau virus, bukan lagi menjadi peringkat pertama penyebab kematian didunia pada umumnya, tetapi telah digeser oleh berbagai penyakit degeneratif, seperti PJK (Penyakit Jantung Koroner), Penyakit akibat nikotin, dan sebagainya.
Penyakit degeneratif lebih sulit diredam, karena ini menyangkut pola hidup sehari-hari dari perorangan atau kelompok masyarakat, disamping pengobatan akan memerlukan waktu panjang, bahkan tidak jarang seumur hidup penderita.
Pola makan buruk, meliputi pola jadwal makan yang tidak teratur dan frekwensi makan harian yang kurang, sehingga berakibat porsi makan berlebihan pada saat tertentu saja, yang dapat berakibat obesitas dengan segala akibat ikutannya.
Pemilihan bahan makanan yang tidak bervariasi, yang berkibat kandungan nutrisi yang tidak lengkap dan proporsional berimbang, kurangnya kandungan vitamin dan serat makanan, yang semua ini dalam jangka panjang bila selalu menjadi kebiasaan sehari-hari, akan menimbulkan berbagai penyakit. Suatu penelitian tentang akibat dari makanan cepat saji, pada tahun 2008 dilakukan oleh sebuah Rumah Sakit Universitas di Swedia, yang meminta sekitar 12 laki-laki dan 6 wanita yang rata-rata berusia 20-an tahun dengan kondisi tubuh langsing dan secara umum sehat, untuk makan dua kali sehari di McDonalds, Burger King atau restoran cepat saji lain selama lebih dari empat minggu. Sample darah sudah diambil sebelumnya, selama dan sesudah eksperimen untuk memonitor kadar enzim alanine aminotrasnferase atau ALT, sebuah penanda potensial bagi rusaknya lever yang sering tampak pada mereka yang kecanduan alkohol dan para pasien hepatitis C. Ternyata kadar ALT mereka meningkat secara tajam hanya dalam waktu satu minggu dan empat kali lipat dari rata-rata selama periode penelitian, bahkan salah seorang peserta yang ikut sebagai obyek penelitian harus dihentikan sebelum jadwal berakhir, karena kadar ALT-nya meningkat 10x lipat dari kadar normal. Sedangkan 11 dari 18 peserta, ALT meningkat tajam dan menggambarkan akan adanya kerusakan liver, walaupun mereka bukan peminum alcohol atau ada tanda-tanda kerusakan hati sebelumnya. Dua orang lain lainnya mengalami yang disebut liver steatosis, atau perlemakan pada lever, kondisi meningkatnya sel-sel lemak hingga membahaya kan lever. Steatosis terkait dengan berkembangnya penyakit diabetes tipe 2.

Di tanah air kita, terutama di kota besar, gejala obesitas pada anak-anak banyak kita lihat dan dikeluhkan para orang tua, diduga berkaitan erat dengan maraknya gerai restoran cepat saji yang ramai dikunjungi anak-anak/anak muda yang menyajikan menu yang berkalori tinggi, lengkap dengan minuman bersoda dan glucosa tinggi.
Lebih lagi dengan adanya sekolah selama satu hari penuh, yang mengharuskan anak-anak makan siang di luar, menu cepat saji yang demikian bukan mustahil menjadi sasaran utama mereka. Ini merupakan “lampu kuning” bagi kesehatan mereka nantinya, karena asupan kalori berlebih dan tidak seimbangnya kandungan nutrisi yang menjadi menu sehari-hari.
Dengan adanya kesimpulan hasil penelitian tentang dampak dari makanan cepat saji yang tinggi karbohydrat, lemak dan protein tapi rendah serat ini, dan ternyata membahayakan kesehatan liver, maka menu Warung Tegal (warteg) yang bervariasi tentu lebih menyehatkan.
Disamping itu, juga perlu kita amati kondisi tubuh kita masing-masing, misalnya : yang berbakat metabolisme tubuhnya cenderung memproduksi asam urat tinggi, dengan segala akibatnya, ya harus menghindari bahan makanan yang tinggi purin, baik yang hewani maupun nabati, yang mengidap penyakit tertentu, harus membatasi atau menghindari jenis bahan makanan yang dapat memicu penyakitnya bertambah parah. Ikuti petunjuk Dokter yang merawat tentang pola makan yang benar, bila ada kondisi tertentu dalam tubuh kita masing-masing.
Jadi mengingat dampak buruk dari pola makan yang tidak sehat, maka harus kita sadari, bahwa pola makan (agar kita tetap sehat), bukan sekedar menuruti selera lidah/mulut, juga bukan sekedar mengisi perut, tetapi juga harus mengingat kebutuhan tubuh kita dengan seluruh “perangkat dan kinerja-nya”.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar